Meski mendapatkan sorotan tajam dan kritikan pedas masyarakat Indonesia, sejumlah anggota Komisi V DPR RI tetap berangkat untuk melakukan studi banding ke beberapa negara di Eropa. Salah satu tujuan rombongan yang dipimpin oleh Putra Jaya Husein dari fraksi PAN dan beranggotakan Marwan Jafar, Soeharsojo Wirjoatmodjo, Azhar Romli, Mangara Siahaan, Nusyirwan Soejono, Syahrial Agamas, Hasyim Karim, Chandra Pratomo (Adjie) Massaid, Husein Abdul Aziz, Aboebakar Al Habsi, Bulyan Royan dan M Darus Agap, untuk mempelajari hal yang berkaitan dengan RUU Transportasi, adalah Belanda (Suara Pembaruan, 4/11).
Perhimpunan Pelajar Indonesia di Belanda (PPI Belanda) berkesempatan menemui para anggota dewan tersebut pada Selasa (7/11) pagi di Golden Tulip Bel Air Hotel, Den Haag, tempat mereka menginap, sebelum berkunjung ke salah satu pelabuhan terbesar di dunia di Rotterdam. Penerimaan kali ini berbeda dengan delegasi studi banding Badan Legislasi DPR tahun lalu ke Belanda. Saat itu, rombongan tidak dapat meluangkan waktu untuk bertemu dengan masyarakat dan dituding tidak efektif sembari mempunyai kesempatan untuk berbelanja.
Pada pertemuan selama satu jam yang berlangsung mulai pukul 7.30 waktu setempat, PPI Belanda menyampaikan secara langsung keprihatinan tentang kegiatan studi banding yang dinilai sering kurang jelas manfaat dan kegunaannya. Putra Jaya selaku pimpinan delegasi menjelaskan bahwa studi banding ke Belanda ini sebenarnya sudah sempat tertunda sampai dua kali karena beberapa alasan, antara lain karena pihak Belanda belum siap. Menurutnya, materi studi banding kali ini dan hal-hal yang ingin dipelajari di Belanda sudah direncanakan sejak lama.
PPI Belanda sendiri berpendapat bahwa belajar dari negara-negara lain untuk kemajuan pembangunan di Indonesia memang penting, tapi tidak harus dengan studi banding yang menelan biaya besar dengan segala permasalahan di dalam negeri. PPI Belanda mengusulkan untuk memanfaatkan potensi komunitas Indonesia di luar negeri, baik pelajar maupun profesional. Hal ini akan lebih efektif karena komunitas Indonesia di luar negeri sudah kenal baik dengan sistem yang ada di negara domisilinya. Banyak pula penelitian para pelajar maupun kandidat doktoral yang sangat relevan untuk pembangunan Indonesia dengan mengambil contoh sistem negara lain yang sudah maju. Bila ini disalurkan dan terjadi link and match dengan baik maka substansinya pun akan jauh lebih kaya daripada hanya beberapa hari kunjungan. Kerja sama dengan atase-atase teknis yang ditugaskan di perwakilan atau kedutaan besar juga merupakan salah satu bentuk pemberdayaan komunitas Indonesia yang sudah di luar negeri tanpa perlu berbondong-bondong studi banding.
Komunitas di Belanda menyimpan potensi yang besar untuk Indonesia. Ribuan pelajar Indonesia menempuh studi di berbagai bidang seperti ekonomi, hukum, perencanaan wilayah, sejarah, sosiologi, teknik, dan mayoritas menuntut ilmu di institusi pendidikan yang cukup berkualitas. Belum lagi para profesional Indonesia yang bekerja di Belanda dan memiliki pengalaman praktis tingkat dunia.
Menanggapi usulan tersebut, Adjie Massaid dari fraksi Partai Demokrat menanggapi dengan menyatakan siap menampung dan menindaklanjuti masukan-masukan konkret dari komunitas Indonesia di luar negeri yang masih peduli dengan pembangunan di Indonesia.
Sekaligus menutup acara dialog pagi hari itu, wakil-wakil rakyat tersebut didesak PPI Belanda mengenai ukuran keberhasilan studi banding mereka, kembali Putra menjawab akan menginformasikan Daftar Isian Masalah sebelum dan sesudah perjalanan ke Belanda untuk dinilai apakah studi banding membawa perubahan yang berarti. Perdebatan dalam penyusunan naskah RUU pun katanya akan mengalami pergeseran dan peningkatan kualitas. Kita nantikan saja pembuktiannya!
Rotterdam, 7 November 2006,
PPI Belanda – www.ppibelanda.org
PPI Belanda Tawarkan Solusi Polemik Studi Banding
Meski mendapatkan sorotan tajam dan kritikan pedas masyarakat Indonesia, sejumlah anggota Komisi V DPR RI tetap berangkat untuk melakukan studi banding ke beberapa negara di Eropa. Salah satu tujuan rombongan yang dipimpin oleh Putra Jaya Husein dari fraksi PAN dan beranggotakan Marwan Jafar, Soeharsojo Wirjoatmodjo, Azhar Romli, Mangara Siahaan, Nusyirwan Soejono, Syahrial Agamas, Hasyim Karim, Chandra Pratomo (Adjie) Massaid, Husein Abdul Aziz, Aboebakar Al Habsi, Bulyan Royan dan M Darus Agap, untuk mempelajari hal yang berkaitan dengan RUU Transportasi, adalah Belanda (Suara Pembaruan, 4/11).
Perhimpunan Pelajar Indonesia di Belanda (PPI Belanda) berkesempatan menemui para anggota dewan tersebut pada Selasa (7/11) pagi di Golden Tulip Bel Air Hotel, Den Haag, tempat mereka menginap, sebelum berkunjung ke salah satu pelabuhan terbesar di dunia di Rotterdam. Penerimaan kali ini berbeda dengan delegasi studi banding Badan Legislasi DPR tahun lalu ke Belanda. Saat itu, rombongan tidak dapat meluangkan waktu untuk bertemu dengan masyarakat dan dituding tidak efektif sembari mempunyai kesempatan untuk berbelanja.
Pada pertemuan selama satu jam yang berlangsung mulai pukul 7.30 waktu setempat, PPI Belanda menyampaikan secara langsung keprihatinan tentang kegiatan studi banding yang dinilai sering kurang jelas manfaat dan kegunaannya. Putra Jaya selaku pimpinan delegasi menjelaskan bahwa studi banding ke Belanda ini sebenarnya sudah sempat tertunda sampai dua kali karena beberapa alasan, antara lain karena pihak Belanda belum siap. Menurutnya, materi studi banding kali ini dan hal-hal yang ingin dipelajari di Belanda sudah direncanakan sejak lama.
PPI Belanda sendiri berpendapat bahwa belajar dari negara-negara lain untuk kemajuan pembangunan di Indonesia memang penting, tapi tidak harus dengan studi banding yang menelan biaya besar dengan segala permasalahan di dalam negeri. PPI Belanda mengusulkan untuk memanfaatkan potensi komunitas Indonesia di luar negeri, baik pelajar maupun profesional. Hal ini akan lebih efektif karena komunitas Indonesia di luar negeri sudah kenal baik dengan sistem yang ada di negara domisilinya. Banyak pula penelitian para pelajar maupun kandidat doktoral yang sangat relevan untuk pembangunan Indonesia dengan mengambil contoh sistem negara lain yang sudah maju. Bila ini disalurkan dan terjadi link and match dengan baik maka substansinya pun akan jauh lebih kaya daripada hanya beberapa hari kunjungan. Kerja sama dengan atase-atase teknis yang ditugaskan di perwakilan atau kedutaan besar juga merupakan salah satu bentuk pemberdayaan komunitas Indonesia yang sudah di luar negeri tanpa perlu berbondong-bondong studi banding.
Komunitas di Belanda menyimpan potensi yang besar untuk Indonesia. Ribuan pelajar Indonesia menempuh studi di berbagai bidang seperti ekonomi, hukum, perencanaan wilayah, sejarah, sosiologi, teknik, dan mayoritas menuntut ilmu di institusi pendidikan yang cukup berkualitas. Belum lagi para profesional Indonesia yang bekerja di Belanda dan memiliki pengalaman praktis tingkat dunia.
Menanggapi usulan tersebut, Adjie Massaid dari fraksi Partai Demokrat menanggapi dengan menyatakan siap menampung dan menindaklanjuti masukan-masukan konkret dari komunitas Indonesia di luar negeri yang masih peduli dengan pembangunan di Indonesia.
Sekaligus menutup acara dialog pagi hari itu, wakil-wakil rakyat tersebut didesak PPI Belanda mengenai ukuran keberhasilan studi banding mereka, kembali Putra menjawab akan menginformasikan Daftar Isian Masalah sebelum dan sesudah perjalanan ke Belanda untuk dinilai apakah studi banding membawa perubahan yang berarti. Perdebatan dalam penyusunan naskah RUU pun katanya akan mengalami pergeseran dan peningkatan kualitas. Kita nantikan saja pembuktiannya!
Rotterdam, 7 November 2006,
PPI Belanda – www.ppibelanda.org