Byline
Michael is a professional leader in the fields of energy investments, complex commercial deals, and sustainability with extensive international experience. His personal interests span from socio-political issues, history, and culture.
From the Archives
Institutional credibility at the core of sustainable energy transition
By michael on 04/08/2023
Indonesia’s fossil resources have helped brought it becoming a middle-income country. What got us here, won’t take us where we need to be. Whether or not the global energy transition will also propel Indonesia out of the middle-income trap heavily depends on the quality of its institutions. Carbon-intensive development can be leapfrogged, institutional credibility cannot.
Category: Business & Society, Climate Change, Editorial, Energy, Indonesia, Miscellaneous
Memilih Sekolah di Luar Negeri beserta Tanggung Jawabnya
Mengenyam pendidikan di luar negeri bagi banyak orang tua dan pelajar Indonesia dianggap sebagai suatu hal yang membanggakan. Persepsi ini kerap kali dikuatkan oleh dunia kerja yang menilik ijazah keluaran institusi pendidikan luar negeri sebagai suatu nilai lebih. Tentu anggapan seperti ini sama sekali tidak bisa digeneralisir dan belum tentu bisa dijustifikasi seluruhnya.
Meski begitu, jumlah pelajar Indonesia yang menempuh ilmu di seberang lautan saat ini bisa mencapai angka ratusan ribu, belum termasuk para alumni. Setiap pelajar Indonesia yang bersekolah di luar negeri dengan sendirinya akan menghabiskan tidak sedikit dana di negara yang bersangkutan. Mulai dari uang sekolah dan buku serta biaya hidup seperti akomodasi dan transportasi. Biaya-biaya tersebut sering berasal dari orang tua, sponsor, atau beasiswa. Darimana pun sumber dana untuk menyekolahkan seorang pelajar Indonesia, dana tersebut wajib digunakan dengan penuh tanggung jawab.
Salah satu wujud tanggung jawab yang perlu dilakukan sedini mungkin adalah memastikan kualitas pendidikan yang akan ditempuh. Kebanyakan pelajar (dan orang tua) memiliki kebebasan untuk memilih institusi pendidikan masing-masing. Gunakanlah kesempatan ini untuk mencari dan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang institusi dan program pendidikan yang diminati. Tidak hanya itu, carilah juga alternatif-alternatif lain yang kurang lebih sepadan.
Kehadiran agen-agen dan pusat informasi pendidikan luar negeri memang memudahkan proses pengumpulan informasi tersebut. Namun tidak ada salahnya jika informasi penting atau pertanyaan kritis dikonfirmasikan langsung kepada institusi terkait di negara asal. Bisa saja informasi tangan pertama akan lebih akurat dan mutakhir. Tokh konfirmasi semacam itu tidak akan memakan waktu lebih dari satu jam – cukup dengan mengakses situs dan mengirim surat elektronik atau bahkan mengangkat telepon. Jika tersedia, lakukan pula riset kecil dengan mencari tahu daftar akreditasi independen. Misalnya, harian Financial Times setiap tahun mempublikasikan ranking sekolah bisnis internasional terbaik. Namun perlu diperhitungkan pula metodologi penyusunan ranking semacam itu.
Langkah yang mungkin terlihat sepele ini bisa jadi menghemat ribuan dollar atau euro dengan mengetahui alternatif lain yang lebih murah; atau menghemat satu – dua tahun dengan program studi yang lebih padat dan singkat; atau bahkan bernilai pendidikan yang lebih mapan karena mengetahui alternatif dengan kualitas terbaik.
Setelah berkutat dengan informasi awal dan menyeleksi sekolah pilihan, perlu diperhatikan juga kejelasan gelar atau titel yang dapat diraih. Meskipun kini sedang terjadi globalisasi pendidikan, belum tentu gelar yang diberikan di satu negara otomatis diakui dalam tingkatan yang sama di negara lain –termasuk Indonesia. Beberapa negara memberikan batasan jelas terhadap institusi pendidikan tinggi yang dapat memberikan gelar berorientasi riset (Bachelor of Science atau Master of Science atau Philosophical Doctor) dan gelar berorientasi praktek (Bachelor of Arts atau Master of Arts). Sistem pendidikan yang beragam di dunia ini tentu memberikan konsekuensi beragam pula terhadap berbagai gelar akademis. Arif kiranya jika hal seperti ini dipikirkan sebelum memastikan pilihan program dan institusi pendidikan di luar negeri.
Mengapa ini semua merupakan tanggung jawab? Bisa dibayangkan betapa banyak “investasi” yang perlu dikeluarkan untuk sekolah di luar negeri. Tidak hanya materi, tapi juga waktu. Tanggung jawab bukan hanya kepada pribadi masing-masing, tapi kepada orang tua atau sponsor, dan juga yang sering diabaikan adalah kepada bangsa sendiri.
Tanggung jawab yang dimaksud adalah tanggung jawab untuk dapat menggunakan kesempatan tersebut sebaik-baiknya. Gunakanlah dana dan waktu yang tersedia untuk mengenyam pendidikan dengan kualitas terbaik yang mungkin didapat. Acapkali karena kurang mencari informasi sebelum memutuskan pilihan, penyesalan pun datang terlambat.
Bagi mereka yang kebetulan memiliki kesempatan untuk bersekolah di luar negeri, banyak nilai tambah yang diharapkan dapat dikontribusikan kepada lingkungan sekitar. Selain pengalaman hidup yang unik, tentu juga pendidikan berkualitas tinggi. Perlu dicamkan bersama bahwa tidak semua institusi pendidikan di luar negeri (negara maju sekalipun) memiliki kualitas yang lebih baik ketimbang pendidikan domestik –tidak sedikit bahkan yang justru lebih rendah. Inilah mengapa ketelitian dalam memilih sekolah di luar negeri sangat penting dan tidak bisa dipilih dengan isapan jempol belaka.
Jangan sampai terjadi hanya semata karena dis-informasi atau mis-informasi, putra-putri bangsa ini mubazir merantau.