Menyambut hari kasih sayang

“I Love You with All My… Liver?!”

Apabila Anda merasa aneh, geli, atau bahkan mentertawakan judul diatas, maka tertawakanlah bahasa kita sendiri. Entah sudah berapa dekade ungkapan ‘lucu’ semacam itu sebenarnya dipakai secara luas dalam bahasa Indonesia, baik sebagai ungkapan perasaan yang paling romantis, syair lagu dan puisi, sampai ke slogan-slogan pemasaran komersial.

Tentu kita semua sadar bahwa ungkapan yang lebih tepat adalah “I love you with all my heart”. Tapi jika dilafalkan oleh lidah Indonesia kata ‘heart’ sering secara otomatis menjelma menjadi ‘hati’. Beberapa kamus Inggris-Indonesia malah mungkin akan mencantumkan arti rancu dimana ‘heart’ juga bisa berarti hati.

Padahal, ‘heart’ yang dimaksud sebagai lambang kasih sayang merujuk kepada organ jantung. Lihat saja gambar dan simbol kasih sayang, mulai dari kartu ucapan sampai kartu bridge. Gambar ‘hati’ berwarna merah itu sebetulnya adalah gambar dua dimensi dari organ jantung dengan dua atrium yang terpisah pada bagian atas. Jika tidak percaya, silakan tanya guru biologi atau periksa ensiklopedi berdebu di rak Anda. Sempatkanlah juga melihat bentuk organ hati alias liver dan bandingkan mana yang lebih mirip dengan simbol kasih. Belum lagi warna hati / liver yang sebetulnya lebih keruh kecoklatan.

Wacana yang muncul kemudian ialah apakah kerancuan atau kesalahpahaman semacam ini penting untuk diperhatikan apalagi dipermasalahkan? Jawabanya ialah ya dan tidak.

Bisa dianggap tidak terlalu penting karena memang idiom dan ungkapan dalam bahasa yang satu tidak selalu dapat secara harafiah diterjemahkan ke bahasa yang lain. Peran latar belakang etimologi bahasa dan perjalanan budaya bangsa berperan penting dalam memaknai suatu ungkapan. Jika memang begitu adanya, mari kita tilik perbedaan antara hati dan jantung dalam kaitan konotatif perwujudan cinta kasih.

Manusia seringkali dianggap mulai hidup semenjak jantungnya berdetak dan dinyatakan wafat jika detaknya sudah berhenti. Takaran seperti ini sejalan dengan pernyataan kasih yang amat sangat sehingga seolah-olah disertai oleh seluruh hidup yang bersangkutan. Jantung memang merupakan sentra peredaran darah yang menjalar ke seluruh penjuru badan manusia, termasuk otak. Setiap sel hidup dalam badan manusia bergantung kepada jantung. Ukurannya hanya sekepalan tangan tapi energi detak yang dihasilkan luar biasa. Fungsi jantung dengan kehidupan seseorang jelas sangat amat berhubungan erat, dan oleh karena itu sangat wajar jika dikaitkan dengan ungkapan perasaan cinta kasih antar manusia.

Sekarang coba kita telaah fungsi hati / liver dalam konotasi ungkapan kasih. Berbeda dengan organ jantung, liver lebih berperan dalam proses pengolahan zat-zat makanan dan kimia lainnya. Liver berurusan dengan racun-racun yang ada dalam darah dan juga menghasilkan zat urea. Meskipun organ ini juga sangat penting sebagaimana halnya dengan semua organ dalam tubuh, kiranya pengaruh jantung jauh lebih signifikan. Apabila jantung berada dalam sistem yang menghidupi seluruh jaringan tubuh, liver berada dalam sistem yang berakhir dengan defekasi –lebih dikenal dengan frase ’buang air besar’. Semoga saja akhir semacam itu bukanlah akhir yang dimaksud jika seorang Indonesia menyatakan kasihnya dengan sepenuh hati alias liver.

Kesalahpahaman semacam ini pada intinya perlu diperhatikan untuk mencegah suatu pembodohan massal yang tidak kita sadari. Kurang praktis memang, jika kemudian harus segera menggalakkan penggantian kata ’hati’ dengan ’jantung’ dalam setiap ungkapan kasih berbasa Indonesia. Mungkin juga malah kata ’jantung’ itu sendiri dinilai kurang manis terdengar ketimbang ’hati’. Tapi opini seperti itu justru berbahaya karena sepertinya sudah budaya bangsa ini untuk lebih memilih sesuatu yang terdengar manis tapi salah daripada benar tapi kurang enak diucapkan.

Alangkah baiknya jika kita tidak sekedar latah tanpa tahu latar belakang dan duduk perkara yang sebenarnya. Tidak perlu kita menjadi lulusan sastra Inggris untuk secara pasti mengetahui bahwa ’heart’ berarti jantung. Tidak perlu pula kita menjadi ahli biologi untuk menyadari lambang kasih adalah jantung, bukan liver. Namun yang paling penting, tidak perlu kita bertutur kata manis tapi salah memaknainya.

Yah, jangan sampai tahun ini sang Cupid salah sasaran memanah liver Anda …

Selamat hari kasih sayang.

*In memoriam Almarhum Bapak Darno –pendidik dan pengajar biologi di SMU Pangudi Luhur Jakarta

This entry was posted in Editorial and tagged , , , , , . Bookmark the permalink.
  • Byline

    Michael is a professional leader in the fields of energy investments, complex commercial deals, and sustainability with extensive international experience. His personal interests span from socio-political issues, history, and culture.

  • From the Archives

    Bandung Scenarios

    “Well thought out trajectories on how Indonesia’s energy sector could develop and take shape in 2030 can help inform and guide all stakeholders involved […] and help provide Indonesia’s new government with valuable input as it formulates new policies and strategies”